obrolan warkop
Tentang Migran Dari Asia Selatan.
Di suatu senja, Pak Tua
duduk ngupi di salah satu cafe di downtown Perth, mendengarkan cerita
seorang teman ttg kisah migran dari Asia Selatan di Australia.
Australia adalah bagian dari dunia Barat barat tapi berlokasi di bumi
selatan dan terjepit diantara bangsa-bangsa negara berkembang Asia dan
Kepulauan Pasifik. Sbg bagian dari dunia barat yang maju, Australia
tampil sbg ikon negara tujuan migrasi internasional dari semua belahan
bumi. Ada yg dari Eropa Barat dan Timur, dari Amerika Latin, Jepang,
Korea, China, dari kelompok negara Asean dan dari Asia Selatan, terutama
India.
Dari semua migran internasional itu, yang berasal dari
Asia Selatan, terutama yg dari India, memperlihatkan ciri khusus yg
sangat menarik utk disimak, katanya.
Apa sebab ???, pak tua nanya.
Kebanyakan mereka datang dari kalangan ekonomi papan bawah dan kasta bawah.
Kelas sosial dan kondisi ekonomi itulah salah satu faktor pendorong tingginya animo migran dari India ke Australia.
Namun sbg negara tempat pengalihan industri IT dari Silicon Valley di
California, India termasuk salah satu negara berkembang yg sangat IT
minded. Penguasaan remaja dan pemuda India atas teknologi informasi
sangat mendukung daya saing mereka utk bermigrasi. Selain itu, India
juga memperlakukan bahasa Inggris sbg second language, sehingga para
migran dari India tdk sulit utk beradaptasi di Australia.
Pada
mula kedatangan mereka di negeri Kanguru itu, pekerjaan utama yg mudah
dijangkau adalah menjadi pelayan pada resto cepat saji, semisal KFC,
McD, Burger King dan sejenisnya, termasuk menjadi supir taksi.
Karena tingginya keinginan utk lepas dari kungkungan kasta dan ekonomi
papan bawah, mereka bekerja bisa melampaui batas waktu. 10 jam sehari,
70 jam seminggu. Lihat lah bahwa kebanyakan pekerja di resto cepat saji
dipenuhi oleh migran dari India. Termasuk supir taksi, katanya.
Gimana dng migran dari Filipina?, pak tua nanya lagi.
Payahhhhh. Mereka tak punya mental jadi bozz. Datang sbg karyawan.
Pensiun sbg karyawan. Mereka puas dng status sbg karyawan, katanya.
Beda dng migran dari India. Mereka tdk cuma bekerja keras. Mereka juga
mengikuti kuliah malam. Jurusan yang dipilih semasa kuliah bukanlah
jurusan yg akan membuat mereka naik pangkat di jajaran karyawan.
Melainkan meroket menjadi bozz.
Setelah mukim dan bergulat di
lapisan pekerjaan papan bawah Australia, banyak migran India yg berhasil
jadi boss. Ada yg buka usaha resto masakan India, buka toko kelontong
dan bahkan ada yg jadi kontraktor. Semangat utk lepas dari kungkungan
kultur dan agama yg sangat membatasi ruang gerak vertikal ke atas telah
mendorong mereka utk bermigrasi. Keinginan utk tdk selamanya jadi
karyawan telah mendorong mereka utk kuliah sambil kerja, lanjutnya.
Emang gak ada migran India yg terus jadi karyawan?, pak tua nanya lagi.
Tak berarti tak ada yg terus jadi karyawan. Banyak diantara mereka yang
mengambil jurusan ilmu perencanaan pembangunan negara berkembang. Dng
background keahlian sebagai perencana, salah satu negara tujuan migrasi
mereka berikutnya adalah Indonesia. Di negeri kita ini, tempat kerja yg
mereka sukai adalah menjadi adviser dan petinggi lembaga-lembaga
internasional yg bernaung di bawah bendera PBB, terutama UNDP, UNICEF,
UNESCO, termasuk dilingkungan Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia.
Gimana dng migran dari Indonesia?, tanya pak tua.
Saya tdk mengamati migran dari negeri tuan. Saya fokus utk ngamati migran dari Asia Selatan, terutama India, katanya.
Daya saing yg gigih telah membuat migran dari India bisa mendekati daya
saing migran dari Jepang, Korea dan China, yg sejak awal bermigrasi
memang sdh punya tekad utk mengubah nasib. Di negeri sendiri jadi
karyawan. Di negeri orang jadi tuan, katanya.
Pak tua tekun menyimak.
Ada
pula -mungkin- migran yang lari dari negerinya yang ketat aturan
agamanya, yang juga dijadikan hukum negara. Setelah lama di negeri yang
baru dan berkelompok dgn sesama pendatang dari negeri yang sama, mereka
mengadakan gerakan politik dgn tujuan menjadikan negeri baru itu seperti
negeri yang telah mereka tinggalkan. Isn't it stupid?
Itu
jugalah yg menjadi sebab mengapa negeri bebas seperti Australia
kemudian menjadi lebih ketat dalam kebijakan in-migrationnya terhadap
migran dari negeri-negeri Asia Barat, Timur Tengah dan Afrika utara.
Mereka lebih suka menerima migran muslim dari negeri-negeri Eropa Timur,
terutama Bosnia.
Ada
satu faktor yg membedakan Migran Jepang , China , India dengan migran
Indonesia. Dan faktor iti yg sering luput dari pengamatan migran
Indonesia....sehingga prosentase keberhasilan migran Indonesia jadi bos
sangat kecil.
Faktor itu adalah....FANATISME
DAN KEBANGGAAN MIGRAN JEPANG, CHINA DAN INDIA AKAN BUDAYA
ASLINYA....BAIK MAKANAN, PAKAIAN DAN BUDAYA LAINNYA....MEREKA SUKA
MEMAMERKAN JATI DIRINYA WALAU DITEMPAT ASING...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar