Wafatnya Sultan Sulaiman
Di penghujung usianya, Sultan
Sulaiman menderita sakit encok, sehingga membuatnya tidak bisa lagi
mengendarai kuda. Dan beliau memiliki usia yang cukup panjang, mencapai
74 tahun.
Saat ia mengetahui orang-orang Kristen Eropa, berada di
garis perbatasan negeri kaum mslimin, Sultan Sulaiman tetap berdiri,
berjihad memimpin pasukannya, padahal saat itu beliau sedang menderita
sakit yang cukup parah.
Ia berangkat pada tanggal 9 Syawal 973
H/29 April 1566 M. Saat sampai di Kota Szigetvár, Hungaria, sakit yang
beliau derita pun bertambah parah. Sebelumnya, dokter kerajaan telah
menasihatinya agar tidak berangkat ke medan jihad, dengan harapan sakit
yang ia derita dapat sedikit reda atau bahkan sembuh total. Namun beliau
menjawab dengan jawaban yang diingat oleh sejarah, ia berkata, “Aku
lebih senang wafat dalam keadaan berjihad di jalan Allah”.
Monumen
persaudaraan antara Turki dan Hungaria yang dibangun di Kota Szigetvár.
Tampak patung Sultan Sulaiman dan Nikola Zrinski. Saat terjadi Perang
Szigetvár, Zrinski hampir kehilangan seluruh pasukannya.Monumen
persaudaraan antara Turki dan Hungaria yang dibangun di Kota Szigetvár.
Tampak patung Sultan Sulaiman dan Nikola Zrinski.
Saat terjadi Perang Szigetvár, Zrinski hampir kehilangan seluruh pasukannya.
Sultan pun mengepung Kota Szigetvár. Setelah dua minggu mengepung,
sampailah pasukan Islam di garis depan, dan pertempuran pun pecah. Cuaca
yang dingin, kekuatan besar Kristen dan semangat tinggi mereka untuk
mempertahankan benteng, menjadikan perang itu sebagai perang terberat
yang dihadapi umat Islam.
Peperangan dan pengepungan terus
berlangsung hingga genap 5 bulan. Kekhawatiran kaum muslimin pun kian
meningkat karena sulitnya menaklukkan benteng Szigetvár ini. Di sisi
lain, sakit sultan bertambah parah, dan ia merasakan bahwa ajalnya telah
dekat. Sultan pun merendahkan dirinya kepada Allah Ta’ala, ia berkata,
“Ya Allah penguasa sekalian alam, berilah kemenangan kepada
hamba-hamba-Mu, umat Islam, tolonglah mereka, dan berilah nyala api pada
orang-orang kafir ini”.
Allah Ta’ala mengabulkan doa Sultan
Sulaiman. Salah satu peluru meriam umat Islam menghatam gudang mesiu
orang-orang kafir. Ledakan dahsyat pun terjadi. Benteng mereka pun
jebol. Umat Islam pun menyerang mereka habis-habisan. Dan pada akhirnya,
bendera Sulaimaniyah berhasil berkibar di puncak benteng.
Betapa
gembiranya sultan dengan kemenangan tersebut. Ia memuji Allah atas
nikmat yang agung ini. Lalu ia berkata, “Sekarang, selamat datang wahai
kematian. Selamat datang kebahagian (kemenangan) dan (semoga) kemenangan
yang abadi. Berbahagialah jiwa yang ridha dan diridhai. Yaitu mereka
yang Allah ridhai dan mereka juga ridha kepada Allah”.
Ruh sang
sultan pun beranjak, pergi meninggalkan jasadnya pada tanggal 20 Shafar
974 H/5 September 1566 M. Semoga Allah menempatkan di surga yang penuh
dengan kebahagiaan.
Kabar wafatnya Sultan Sulaiman, disampaikan
Muhammad Basya kepada putra mahkota Sultan Salim II. Sultan Salim II
berangkat menuju Szigetvár untuk menjemput sang ayah, kembali menuju
Istanbul. Hari itu adalah hari yang penuh duka cita, umat Islam
merasakan kesedihan dan kehilangan yang sangat mendalam. Adapun
orang-orang Kristen Eropa merasakan kegembiraan yang begitu besar atas
wafatnya Sultan Sulaiman, melebihi kegembiraan mereka atas wafatnya
Sultan Bayazid I dan Muhammad al-Fatih. Mereka dentangkan
lonceng-lonceng gereja mereka karena gembira dengan wafatnya sang
mujahid.
Diterjemahkan secara bebas dari tulisan Dr. Raghib as-Sirjani (sejarawan Mesir)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar